Menikah Muda Dapat Memperbaiki Masalah Ekonomi? Hmm...
Sebagai seorang anak perempuan yang tinggal di pedesaan, tentu tidak asing dengan perkimpoian anak di usia belia. Juga sudah cukup familiar bagi saya tentang stigma bahwa perempuan yang melajang dalam jangka waktu yang lama adalah "aib keluarga" dan dapat mendapatkan labelling sebagai "perawan tua".
Sterotip-sterotip tentang perempuan yang lama melajang ini cukup meresahkan bagi saya yang notabenenya seorang perempuan. Hal ini menjadi suatu diskriminatif bagi seorang perempuan. Seolah kami tidak punya pilihan untuk menikah pada usia berapa. Ini juga yang menjadikan faktor pendukung maraknya pernikahan dini yang saat ini menjadi masalah serius di Indonesia. Bahkan menurut bacaan terakhir yang saya baca, Indonesia menempati urutan tertinggi nomor dua di ASEAN untuk masalah pernikhan dini ini. Tentu hal ini bukan prestasi yang patut dibanggakan.
Setelah melakukan sedikit riset dengan membaca beberapa artikel, berdiskusi dengan beberapa kawan dan bertanya langsung kepada mereka yang menikah di usia belia, saya mendapatkan gambaran tentang faktor-faktor yang mendorong budaya pernikahan dini ini selain dari faktor stigma negatif di masyarakat.
Ada faktor kurangnya pengetahuan tentang sex education di masyarakat tentang bahayanya pernikahan usia dini bagi kesehatan pelaku. Ada juga faktor moralitas di mana beberapa orang tua memiliki ketakutan berlebih jika anaknya hamil sebelum menikah. Sementara faktor yang lain adalah faktor ekonomi.
Untuk sebagian orang yang memilih menikah di usia belia karena mereka memiliki keyakinan bahwa dengan menikah muda, mereka mampu meringankan beban ekonomi orang tua, kesulitan ekonomi mampu teratasi, dan dapat mengangkat perekonomian keluarga.
Padahal jika ditelisik lebih dalam, hal tersebut bukan solusi yang tepat. Justru akan banyak dampak yang timbul karenanya. Ada masalah stunting pada anak, masalah mental dan kesehatan, kekerasan dalam rumah tangga, putus sekolah, dan rantai kemiskinan yang tidak terhindarkan.
Niat hati ingin bebas dari beban ekonomi, justru membuat rantai baru karena tidak adanya kesiapan matang dalam hal finansial untuk menempuh kehidupan pasca pernikahan.
Namun bukan berarti, saya yang seorang anak perempuan berusia 18 tahun ini memberikan label negatif bagi mereke yang memilih untuk menikah di usia belia. Saya hanya ingin menjelaskan resiko-resiko setelah menikahnya yang kerap kali dilukapan oleh seseorang ketika memutuskan untuk menikah di usia belia.
By Bela Agustin
Sterotip-sterotip tentang perempuan yang lama melajang ini cukup meresahkan bagi saya yang notabenenya seorang perempuan. Hal ini menjadi suatu diskriminatif bagi seorang perempuan. Seolah kami tidak punya pilihan untuk menikah pada usia berapa. Ini juga yang menjadikan faktor pendukung maraknya pernikahan dini yang saat ini menjadi masalah serius di Indonesia. Bahkan menurut bacaan terakhir yang saya baca, Indonesia menempati urutan tertinggi nomor dua di ASEAN untuk masalah pernikhan dini ini. Tentu hal ini bukan prestasi yang patut dibanggakan.
Setelah melakukan sedikit riset dengan membaca beberapa artikel, berdiskusi dengan beberapa kawan dan bertanya langsung kepada mereka yang menikah di usia belia, saya mendapatkan gambaran tentang faktor-faktor yang mendorong budaya pernikahan dini ini selain dari faktor stigma negatif di masyarakat.
Ada faktor kurangnya pengetahuan tentang sex education di masyarakat tentang bahayanya pernikahan usia dini bagi kesehatan pelaku. Ada juga faktor moralitas di mana beberapa orang tua memiliki ketakutan berlebih jika anaknya hamil sebelum menikah. Sementara faktor yang lain adalah faktor ekonomi.
Untuk sebagian orang yang memilih menikah di usia belia karena mereka memiliki keyakinan bahwa dengan menikah muda, mereka mampu meringankan beban ekonomi orang tua, kesulitan ekonomi mampu teratasi, dan dapat mengangkat perekonomian keluarga.
Padahal jika ditelisik lebih dalam, hal tersebut bukan solusi yang tepat. Justru akan banyak dampak yang timbul karenanya. Ada masalah stunting pada anak, masalah mental dan kesehatan, kekerasan dalam rumah tangga, putus sekolah, dan rantai kemiskinan yang tidak terhindarkan.
Niat hati ingin bebas dari beban ekonomi, justru membuat rantai baru karena tidak adanya kesiapan matang dalam hal finansial untuk menempuh kehidupan pasca pernikahan.
Namun bukan berarti, saya yang seorang anak perempuan berusia 18 tahun ini memberikan label negatif bagi mereke yang memilih untuk menikah di usia belia. Saya hanya ingin menjelaskan resiko-resiko setelah menikahnya yang kerap kali dilukapan oleh seseorang ketika memutuskan untuk menikah di usia belia.
By Bela Agustin
Posting Komentar untuk "Menikah Muda Dapat Memperbaiki Masalah Ekonomi? Hmm..."